Syar’i & Tabi’i :
Prinsip Lembaga
Keuangan Mikro Syariah.
oleh : Rifki Andi Novia
(General Manager LKM Agribisnis Syariah Desa Lemberang)
Lembaga Keuangan Mikro
(LKM) Syariah merupakan lembaga keuangan yang menjembatani antara pihak yang
membutuhkan dana dalam hal ini seperti petani, peternak maupun pelaku UMKM
dengan pihak yang memiliki kelebihan dana melalui produk dan jasa keuangan yang
sesuai dengan prinsip – prinsip syariah. Seluruh transaksi yang terjadi dalam
Lembaga Keuangan Mikro (LKM) Syariah harus dilaksanakan berdasarkan prinsip –
prinsip syariah. Dalam hal ini, LKM Agribisnis Syariah Desa Lemberang
mentransformasikan kelembagaannya dari konvensional ke bentuk syariah
dikarenakan pada dasarnya petani dalam bekerjasama di dalam usahataninya dengan
petani lain sebenarnya dari dahulu sudah memakai sistem syariah, seperti : bagi hasil, maro, mbawon, nggaduh, dll
dalam hal kelembagaan upah petani. Seperti contohnya dalam hubungan antara
petani pemilik dengan buruh tani, petani pemilik lahan dalam memberikan upah
kepada buruh tani berupa bagian hasil usahatani yang telah dipanen sebesar
persentase tertentu dari hasil panen. Hal tersebut tentunya sesuai dengan
prinsip syariah dikarenakan upah bagi hasil yang diterima sesuai dengan beban
kerja dalam hasil yang dipanen oleh petani pemilik lahan. Dengan kata lain, semakin
banyak produktifitas padi yang dipanen oleh petani, maka bagian upah berupa
gabah yang diterima oleh buruh tani pun akan semakin banyak pula. Untuk itu,
LKM Agribisinis Syariah Desa Lemberang mencoba mempertahankan kearifan lokal (local wisdom) yang telah ada sejak
dahulu yang mana prinsip yang ada sudah sesuai syariah yaitu sesuai Al-Quran
dan Sunnah.
Dalam konteks yang lebih
luas, prinsip syariah adalah prinsip hukum islam dalam kegiatan perbankan / lembaga
keuangan dan sistem keuangan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga
yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah. Menurut
Soemitra (2009), prinsip – prinsip syar’i dalam sistem keuangan yaitu :
1. Bebas bertransaksi, namun harus
didasari prinsip suka sama suka dan tidak ada pihak yang didzalimi dengan
didasari oleh akad yang sah. Disamping itu, transaksi tidak boleh dilakukan
pada produk – produk yang haram seperti babi, pornografi, minuman keras, dan
sebagainya.
2. Bebas dari maghrib (maysir, yaitu
judi; gharar, yaitu
ketidakpastian/penipuan; dan riba, yaitu pengambilan tambahan dari harta pokok
atau modal secara batil (tidak sah).
3. Bebas dari upaya mengendalikan,
merekayasa dan memanipulasi harga.
4. Semua orang berhak mendapatkan
informasi yang berimbang, memadai dan akurat agar bebas dari ketidaktahuan
dalam bertransaksi.
5. Semua orang berhak mendapatkan
informasi yang berimbang, memadai dan akurat agar bebas dari ketidaktahuan
dalam bertransaksi.
6. Pihak – pihak yang bertransaksi harus
memperhatikan kepentingan pihak ketiga yang mungkin dapat terganggu, oleh
karenanya pihak ketiga diberikan hak atau pilihan.
7. Transaksi didasarkan pada kerjasama
yang saling menguntungkan dan solidaritas (persaudaraan dan saling membantu).
8. Setiap transaksi dilaksanakan dalam
rangka mewujudkan kemaslahatan manusia.
9. Mengimplementasikan zakat.
Sedangkan prinsip – prinsip tabi’i adalah prinsip – prinsip yang
dihasilkan melalui interpretasi akal dan ilmu pengetahuan dalam menjalankan
bisnis seperti manajemen permodalan, dasar dan analisis teknis, manajemen cash flow, manajemen resiko dan lainnya.
Dengan demikian, Lembaga
Keuangan Mikro Syariah diformulasikan dari dua kekuatan sekaligus, pertama
prinsip – prinsip syar’i yang diambil dari Al-Qur’an dan Sunnah dan kedua prinsip
– prinsip tabi’i yang merupakan hasil interpretasi akal manusia dalam
menghadapi masalah – masalah ekonomi seperti manajemen, keuangan, bisnis dan
prinsip – prinsip ekonomi lainnya yang relevan. Sistem keuangan syariah
merupakan aliran sistem yang didasarkan pada etika islam. Sedangkan, Lembaga
Keuangan Mikro (LKM) Agribisnis Syariah tidak sekedar memperhitungkan aspek
keuntungan dan resiko dalam sektor agribisnis atau pertanian semata, namun juga
ikut mempertimbangkan nilai – nilai islam didalamnya termasuk bagaimana
mengedukasi petani, peternak dan pelaku UMKM bagaimana memproduksi hasil
usahatani yang ramah lingkungan (organik), sehingga tidak merusak lingkungan
hidup agar dapat tetap dinikmati oleh generasi mendatang. Serta tidak
memperlebar jurang perbedaan antara yang miskin dan yang kaya, seperti halnya
pembagian hasil antara petani pemilik lahan dengan petani penggarap, antara
nasabah dengan lembaga keuangan syariah, sehingga Lembaga Keuangan Mikro (LKM)
Syariah tidak tumbuh dan berkembang mementingkan dirinya sendiri, namun tujuan
akhir dari segalanya adalah demi kesejahteraan petani, peternak, pekebun dan
pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar