Panen Raya; Berbagi Dengan Pengguna Jalan
Gambar 1.1. Petani sedang menjemur padi di jalan |
Panen raya merupakan saat-saat yang pasti selalu ditunggu oleh petani. Setelah petani bersusah payah dalam bercocok-tanam selama kurang lebih 3 - 4 bulan lamanya, sekarang giliran "hari raya"-nya petani. "Musim rebah"; itulah yang lazim disebut oleh petani.
Tak terkecuali bagi petani di Desa Lemberang. Bagi masyarakat tani di Desa Lemberang, panen raya musim ini ("potong rendeng"), bisa terbilang panenan yang sangat-sangat memuaskan. Setiap lahan persawahan seluas long sepuluh (+/- 700 meter) rata-rata petani dapat memanen padi sebesar 4-5 dacin (kwintal); bahkan lahan persawahan di perempatan mie ayame mas Parso milik pak Kaji Pertinggi bisa keluar sampai dengan 9 dacin per long sepuluh. Ini tentunya merupakan masa-masa yang sangat menggembirakan bagi wong tani di desa ini, yang mana biasanya petani di sini hanya bisa memanen padi kurang dari 3 dacin per long sepuluh.
Setelah proses pemanenan di lahan persawahan, petani biasa menjual hasil panen padi langsung kepada pedagang atau lazim disebut "gabah teles" (GKP : Gabah Kering Panen) yang saat ini dihargai oleh pedagang sebesar Rp. 340 ribu / dacin. Tipe petani yang seperti ini biasanya merupakan petani yang tidak ingin direpotkan untuk proses penjemuran dan langsung dapat diuangkan untuk kebutuhan hidup sehari-hari atau untuk modal usahatani musim berikutnya ("potong sadon").
Namun, lain halnya dengan petani yang membawa pulang hasil panen padinya ke rumah dan untuk segera dijemur dihari berikutnya. Gabah petani yang sudah dijemur dapat langsung dijual kepada pedagang atau lazim disebut "gabah garing" (GKG : Gabah Kering Giling) yang saat ini dihargai sebesar Rp. 420 ribu / dacin.
Dalam proses penjemuran, petani Di Desa Lemberang biasa membutuhkan waktu 2 - 3 hari untuk sampai mendapatkan gabah kering yang siap untuk dijual kering maupun digudangkan untuk makan sehari-hari. Karena keterbatasan lahan yang ada untuk proses penjemuran, petani di desa ini biasa memanfaatkan bahu jalan dan berbagi dengan pengguna jalan yang berlalu-lalang di jalan utama Desa Lemberang.
Kegiatan ini sudah lama terjadi dan menjadi hal yang sangat lumrah pada saat panen padi tiba. Bagi pengguna jalan, hal seperti ini dirasa sama sekali tidak mengganggu. Hal tersebut dikarenakan petani yang sedang menjemur padi merelakan padinya untuk dilindas baik oleh sepeda motor maupun oleh mobil. Yang jelas kegiatan penjemuran di jalan seperti ini bisa dijadikan tradisi musiman yang menandakan petani di desa yang mayoritas petani ini telah selesai musim panen.
Tradisi lama yang sudah turun temurun ini tentunya memerlukan saling pengertian antara petani yang sedang menjemur gabah hasil panennya dengan pengguna jalan.
_LKMAred_
Setelah proses pemanenan di lahan persawahan, petani biasa menjual hasil panen padi langsung kepada pedagang atau lazim disebut "gabah teles" (GKP : Gabah Kering Panen) yang saat ini dihargai oleh pedagang sebesar Rp. 340 ribu / dacin. Tipe petani yang seperti ini biasanya merupakan petani yang tidak ingin direpotkan untuk proses penjemuran dan langsung dapat diuangkan untuk kebutuhan hidup sehari-hari atau untuk modal usahatani musim berikutnya ("potong sadon").
Gambar 1.2. Gabah petani di jemur di sebelah bahu jalan |
Dalam proses penjemuran, petani Di Desa Lemberang biasa membutuhkan waktu 2 - 3 hari untuk sampai mendapatkan gabah kering yang siap untuk dijual kering maupun digudangkan untuk makan sehari-hari. Karena keterbatasan lahan yang ada untuk proses penjemuran, petani di desa ini biasa memanfaatkan bahu jalan dan berbagi dengan pengguna jalan yang berlalu-lalang di jalan utama Desa Lemberang.
Gambar 1.3. Meriahnya jemuran padi di Jalan |
Tradisi lama yang sudah turun temurun ini tentunya memerlukan saling pengertian antara petani yang sedang menjemur gabah hasil panennya dengan pengguna jalan.
_LKMAred_
Tidak ada komentar:
Posting Komentar